Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Jelang Hari Raya Idul Fitri, Banjir Lahar Dingin Gunungapi Marapi Masih Berpotensi Terjadi

Dilihat 642 kali
Jelang Hari Raya Idul Fitri, Banjir Lahar Dingin Gunungapi Marapi Masih Berpotensi Terjadi

Foto : Tim gabungan berupaya membersihkan material yang terbawa oleh banjir lahar dingin di Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (6/4). (BPBD Kabupaten Agam)

JAKARTA - Gunungapi Marapi masih menunjukkan adanya tanda-tanda aktivitas vulkanik yang tergolong cukup tinggi dan potensi erupsi/letusan masih ada meskipun bersifat fluktuatif. Hal ini sebagaimana menurut hasil evaluasi pengamatan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) per tanggal 1 - 7 April 2024 yang dirilis pada Senin (8/4).

Menurut catatan evaluasi tersebut, jika pasokan magma dari kedalaman berlangsung kembali dan cenderung meningkat maka erupsi dapat terjadi dengan energi yang lebih besar dengan potensi/ancaman bahaya dari lontaran material vulkanik berukuran batu (bom), lapili, atau pasir diperkirakan dapat menjangkau wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi/Kawah Verbeek. Sedangkan untuk potensi/ancaman dari abu erupsi dapat menyebar lebih luas/jauh yang tergantung pada arah dan kecepatan angin.

Material erupsi yang jatuh dan terendapkan di bagian puncak dan lereng Gunungapi Marapi dapat menjadi lahar saat bercampur dengan air hujan. Oleh karena itu terdapat potensi bahaya aliran/banjir lahar pada lembah/aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak Gunungapi Marapi.

Fenomena banjir lahar yang disebutkan dalam hasil evaluasi PVMBG sebelumnya telah terjadi belum lama ini, yakni pada Jumat (5/4). Fenomena itu terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi terjadi di wilayah puncak atau hulu-hulu sungai yang menjadi aliran lahar.

Pada saat sebelum kejadian, Pos Pengamatan Gunungapi Marapi telah memberikan laporan sebagai peringatan dini bahwa secara visual puncak gunungapi atau kawah tidak terlihat karena tertutup kabut dan awan mendung yang kemudian terjadi hujan pada pukul 12.00 WIB.

Selang beberapa jam kemudian, banjir lahar terjadi dan dilaporkan oleh beberapa masyarakat forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), relawan dan instansi gabungan yang tersebar di beberapa wilayah.

Pada hari Jumat (5/4), pukul 15.10 sungai yang mengalir di antara Nagari Bukik Batabuah dan Sungai Pua terjadi banjir lahar dari puncak gunungapi Marapi. Aliran sungai itu terpantau sangat deras berwarna cokelat kehitaman diduga membawa material vulkanik.

Kondisi serupa juga dilaporkan terjadi di Sungai Batang Sabu, yang mana tingginya intensitas curah hujan di wilayah hulu memicu terjadinya banjir lahar. Kemudian juga Sungai Batang Aia Katiak yang berlokasi di Jorong Cangkiang, Nagari Batu Taba, Ampek Angkek termasuk beberapa wilayah di Sungai Pua, Kabupaten Agam.

Selanjutnya wilayah Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar juga melaporkan dampak banjir lahar telah melimpasi jalan raya hingga permukiman warga. Beberapa material batang pohon besar bercampur lumpur dan pasir terbawa oleh banjir lahar tersebut.

Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kemudian menghimpun laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam yang mana peristiwa banjir lahar telah berdampak pada 261 warga dari 78 KK. Sedikitnya 31 jiwa terpaksa harus mengungsi atas kejadian itu. Sebanyak 69 rumah terdampak, sejumlah kendaraan roda dua maupun roda empat turut rusak terhantam banjir lahar.

Selanjutnya BPBD Kabupaten Tanah Datar melaporkan banjir lahar telah berdampak pada sejumlah sarana dan prasarana umum. Jalur utama dari Padang menuju Bukittinggi terputus karena arus deras banjir lahar yang membawa material berupa lumpur, pasir dan sejumlah batang pohon besar. Atas kejadian itu, kemacetan terjadi di jalur Bukittinggi-Padang di ruas jalan Aia Anggrek dan Polisi memberlakukan sistem buka-tutup untuk mengurai kemacetan.

Banjir lahar juga mengakibatkan kerusakan pada tanggul dan badan jalan, dam musala roboh, irigasi sungai Tuluang rusak, bibit sungai terkikis, termasuk sawah milik warga yang turut terdampak.

Kawasan Rawan Bencana I

Sementara itu, PVMBG telah membagi zona wilayah rawan bencana Gunungapi Marapi menjadi tiga bagian, yakni Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, KRB II dan KRB III. Adapun Kawasan Rawan Bencana (KRB) I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).

PVMBG membagi kawasan ini menjadi dua, yaitu; kawasan rawan bencana terhadap aliran lahar/banjir. Adapun yang pertama kawasan ini terletak di sepanjang sungai atau wilayah yang berada di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak. Sedangkan kawasan yang kedua rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar).

Pada Kawasan Rawan Bencana I, PVMBG mengimbau masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunungapi dan atau hujan abu lebat, dengan memperhatikan perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh PVMBG. Informasi ini sangat penting bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan apakah penduduk harus mengungsi atau mash dapat tinggal di tempat.

Kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan perlu waspada terhadap lahar umumnya terletak di dekat lembah atau bagian hilir sungai, sedangkan perluasannya sering terjadi terutama pada belokan-belokan sungal dengan tebing rendah. Sungai-sungai yang berpotensi terhadap lahar / banjir terutama di sungai-sungai di lereng Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan dan Baratdaya berturut-turut adalah Batang Air Sungai Rimbo Piatu (BA Katik), Batang Air Bonjol (BA Lasi), Batang Air Gadang, Batang Air Sitapu, Batang Air Sereh Silintak dan Batang Air Jabur, Batang Air Anau, Batang Air Mandalliang, Batang Air Bangkahan, Batang Air Sigarunggung, Batang Air Sungai Jambu, Batang Air Sabu, Batang Gadis dan Sungai Talang.

Sementara itu, kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu (lebat) dan kemungkinan lontaran batu (pijar) bila terjadi letusan besar adalah meliputi radius 7 km dari pusat kawah.

Bila terjadi letusan besar mungkin dapat menjadi perluasan awan panas yang meliputi daerah rendah terutama sebelah barat dan barat daya, dikarenakan morfologi agak terbuka ke arah tersebut. Luas daerah kawasan rawan bencana I diperkirakan seluas 211,9 km persegi dengan jumlah penduduk 58.967 jiwa (43.246 jiwa dan 15.721 jiwa), berdasarkan catatan sipil tahun 1999.

Kawasan Rawan Bencana II

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, mungkin aliran lava, lontaran batu, guguran, hujan abu lebat, umumnya menempati lereng dan kaki gunungapi. Kawasan ini dibedakan menjadi dua yaitu; kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu (pijar), meliputi lembah-lembah sungai yang berhulu di sekitar puncak dan dapat mencapai radius 10 km dari pusat erupsi.

Daerah tersebut yang diperkirakan, untuk bagian utara di sepanjang lembah sungai hingga ke Sungai Pua dan lembah sungai Batang, Air Jambu. Untuk bagian timur pada lembah-lembah yang dapat mencapai radius 5 km. Sedangkan ke bagian selatan dan barat daya sepanjang lembah sungai yang dapat mencapai radius 7 km dari pusat erupsi, pada sungai Batang Air Sabu, Batang Gadis, lembah Kandang di Tabik Sungai Talang dan lembah di Batu Panjang. Pada bagian selatan dan Barat daya terdapat beberapa perkampungan termasuk ujung daerah ini, antara lain : Wansiro, W.N. Sabu, W.N. Balai, Kandang Ditabik, Pauh, Nonggau, Anak Kayu Parak Anau, Kayu Rampak, Mandatar, Ganting Gadang

Adapun yang kedua, kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti ontaran batu (pijar), hujan abu lebat.
Daerah ini meliputi radius 5 km dari pusat kawah yang umumnya terdiri atas hutan alam dan hutan lindung.


Luas daerah Kawasan Rawan Bencana II dengan luas 120,6 km persegi dengan jumlah penduduk kurang lebih 15.721 jiwa (menurut catatan sipil pada tahun 1999).

Pada Kawasan Rawan Bencana Il masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi atas rekomendasi dari PVMBG sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Pernyataan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di tempat, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kawasan Rawan Bencana III

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran bom vulkanik. Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan penggunaan bersifat komersial.

Adapun pernyataan daerah tidak layak huni diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah atas rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Kawasan ini meliputi daerah puncak dan sekitarya dengan radius 3 km dari pusat erupsi, termasuk kaldera Bancah, dengan morfologi yang terjal berbatu dan tidak ada hunian, daerah ini mempunyai luas 33,3 km persegi.

Waspada Bencana Susulan

PVMBG sampai hari ini masih menetapkan status Gunungapi Marapi pada level III atau ‘Siaga’. Seluruh gejala vulkanologi dari gunungapi berketinggian 2.891 mdpl ini masih sangat berpotensi terjadi.

Di sisi lain, menurut informasi prakiraan cuaca oleh Stasiun Meterologi Minangkabau, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang masih berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Sumatera Barat hingga dua hari kedepan, pada saat momentum Hari Raya Idul Fitri tahun 2024 atau pada hari Rabu-Kamis (10-11/4).

Beberapa jenis bencana yang dapat dipicu oleh faktor cuaca dan dampak dari aktivitas vulkanologi Gunungapi Marapi masih sangat berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pariaman, Pesisir Selatan, Payakumbuh, Solok, Solok Selatan, Limapuluh Kota, Kota Padang, Kota Bukittinggi dan Kota Solok.

Status Tanggap Darurat

Sebagai antisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan, Bupati Agam telah menerbitkan surat penetapan status tanggap darurat bencana banjir bandang dan banjir lahar dingin Gunungapi Marapi tertanggal 5 April 2024 sampai 18 April 2024, disusul dengan surat pembentukan posko tanggap darurat untuk periode yang sama.

Demi mengurangi dampak risiko bencana, maka BNPB bersama PVMBG mengimbau agar selalu meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat terjadi hujan lebat dalam durasi lebih dari satu jam dengan tingkat visibilitas terbatas. Apabila hal itu terjadi, maka masyarakat yang tinggal di lereng tebing, bantaran sungai maupun wilayah hilir dan lereng bukit agar mengevakuasi diri secara mandiri ke tempat yang lebih aman.

Bagi masyarakat yang hendak mudik-balik atau melakukan kegiatan di luar (keluar-masuk) wilayah agar selalu mengikuti perkembangan informasi cuaca maupun peraturan lalu lintas yang berlaku, termasuk mematuhi rekomendasi dari PVMBG dan instansi terkait lainnya. Hindari jalur-jalur rawan longsor maupun banjir bandang dan ikuti rambu-rambu yang ada.

Masyarakat yang berada di sekitar Gunungapi Marapi termasuk pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak memasuki dan tidak melakukan kegiatan di dalam wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi (Kawah Verbeek).

Masyarakat yang bermukim di sekitar lembah/aliran/bantaran sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunungapi Marapi agar selalu mewaspadai potensi/ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.

Apabila terjadi hujan abu maka masyarakat diimbau untuk menggunakan masker penutup hidung dan mulut untuk menghindari gangguan saluran pernapasan (ISPA), serta menggunakan perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit. Selain itu agar mengamankan sarana air bersih serta membersihkan atap rumah dari abu vulkanik yang tebal agar tidak roboh.

Seluruh pihak diharaplan untuk menjaga kondusivitas suasana di masyarakat, tidak

menyebarkan narasi bohong (hoax), dan tidak terpancing isu-isu yang tidak jelas sumbernya. Masyarakat harap selalu mengikuti arahan dari Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Agam agar senantiasa berkoordinasi dengan PVMBG, BNPB, BPBD dan Instansi pegiat kebencanaan lainnya.




Abdul Muhari, Ph.D. 

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis

Admin


BAGIKAN